Perlindungan Hukum dan Aspek Sosiologis Harus Jadi Dasar Pembahasan RUU PPRT
Anggota Baleg DPR RI, Al Muzzammil Yusuf dalam RDPU Baleg DPR RI dengan dengan pakar dalam rangka penyusunan RUU tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (22/5/2025). Foto : Arief/Andri
PARLEMENTARIA, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Al Muzzammil Yusuf, mendorong agar Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) disusun dengan pendekatan ideal atau moderat. Menurutnya, secara filosofis, setiap orang berhak mendapat perlindungan, termasuk para pekerja rumah tangga yang kerap berada dalam posisi rentan.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan Pujiyono Suwadi (Dosen FH UNS), Sri Wiyanti Eddyono (Dosen Departemen Kriminologi FH UGM), dan Vivi Alatas (Direktur International Labour Organization (ILO) Indonesia), dalam rangka penyusunan RUU tentang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (22/5/2025)
"Filosofinya jelas, setiap orang itu harus kita lindungi. Itu sudah prinsip dasar," ujar Almuzzammil.
Ia mengungkapkan bahwa pembahasan RUU ini sudah berlangsung cukup lama dan telah melewati berbagai dinamika. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya komitmen Baleg DPR RI untuk merampungkan pembahasan dan segera mengesahkan RUU tersebut.
Lebih lanjut, Politisi Fraksi PKS ini menilai bahwa dalam penyusunannya, RUU PPRT tidak hanya perlu mencerminkan prinsip perlindungan hukum, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek sosiologis. Ia mencontohkan situasi di masyarakat Indonesia yang sangat kompleks dan kerap tidak bisa disederhanakan dalam hubungan kerja formal.
“Seringkali hubungan antara pekerja rumah tangga dan pemberi kerja itu bukan hubungan profesional semata. Ada yang merupakan keponakan, anak dari keluarga besar di kampung, yang kemudian membantu di rumah,” katanya.
Oleh karena itu, ia menilai penting untuk memperjelas definisi PRT dalam RUU tersebut. Hal ini untuk menghindari potensi tumpang tindih dalam pelaksanaannya serta memberikan kepastian hukum, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja.
Di akhir pernyataannya, ia berharap agar RUU ini dapat segera diselesaikan dan disahkan, mengingat substansi yang diatur menyangkut nasib kelompok masyarakat paling bawah di Indonesia.
“Ini soal nasib orang-orang kecil. Ini bagian dari tanggung jawab dan mungkin juga warisan DPR terhadap masyarakat yang paling rentan,” pungkasnya. (hal/rdn)